Perbandingan Sistem Pemerintahan Indonesia dengan Afrika Selatan
Kelompok 9
E41 Aurellia Rahma Elta Kusmana
E42 Ibnu Hib'ban
E43 Zelda Nayla Ramadhani
E44 Aurel Irza Safira
E45 Kyla Nisrina Khairunnisa
I. PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang:
Studi perbandingan sistem pemerintahan penting untuk memahami bagaimana negara-negara demokrasi berkembang, terutama di negara-negara yang memiliki sejarah transisi politik signifikan (Indonesia pasca-Reformasi, Afrika Selatan pasca-apartheid).
I.2 Tujuan Kajian:
Menganalisis sistem pemerintahan Indonesia dan Afrika Selatan berdasarkan konstitusi dan praktiknya.
Membandingkan kesamaan dan perbedaan dalam sistem presidensial/parlementer, mekanisme pemilu, dan supremasi hukum kedua negara.
Mengidentifikasi implikasi sistem tersebut terhadap stabilitas politik dan kualitas demokrasi.
I.3 Metode Kajian:
Studi kepustakaan yang melibatkan analisis konstitusi, undang-undang, dan sumber akademik terkini mengenai tata kelola pemerintahan kedua negara.
II. PROFIL SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA
Bentuk Negara & Sistem Pemerintahan:
Kesatuan NKRI dengan otonomi daerah luas. Republik Presidensial, di mana Presiden berfungsi ganda sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Pemisahan Kekuasaan:
Menganut prinsip Trias Politika dengan checks and balances. Eksekutif (Presiden & Menteri), Legislatif (DPR & DPD), Yudikatif (MA, MK, KY). Peran Kepala Negara & Kepala Pemerintahan Digabungkan dalam diri Presiden.
Mekanisme Pemilihan Umum:
Pemilu Langsung & Serentak. Rakyat memilih langsung Presiden/Wapres dan anggota legislatif. Menggunakan sistem proporsional terbuka untuk legislatif.
Hubungan Rakyat dan Pemerintah:
Demokrasi perwakilan dengan pemilihan langsung. Rakyat memiliki hak kontrol dan kebebasan berserikat yang luas.
Prinsip Demokrasi & Supremasi Hukum:
Demokrasi Konstitusional. Supremasi hukum dijamin oleh UUD 1945 dan diperkuat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penjaga konstitusi.
III. PROFIL SISTEM PEMERINTAHAN AFRIKA SELATAN
Bentuk Negara & Sistem Pemerintahan:
Kesatuan (dengan pembagian administratif provinsi). Sistem Pemerintahan Parlementer-Presidensial Hibrida (sering disebut sebagai sistem Presidensial yang dimodifikasi atau Parlementer dengan Presiden Eksekutif).
Pemisahan Kekuasaan:
Eksekutif: Dipimpin oleh Presiden yang dipilih oleh Parlemen (National Assembly). Legislatif: Parlemen (National Assembly dan National Council of Provinces). Yudikatif: Pengadilan Konstitusi dan Mahkamah Agung Banding.
Peran Kepala Negara & Kepala Pemerintahan:
Digabungkan dalam diri Presiden. Namun, Presiden dipilih dan bertanggung jawab kepada Parlemen, ciri utama sistem parlementer.
Mekanisme Pemilihan Umum:
Pemilu untuk Parlemen menggunakan sistem proporsional daftar partai yang ketat. Rakyat memilih partai, bukan individu. Parlemen kemudian memilih Presiden dari anggotanya.
Hubungan Rakyat dan Pemerintah:
Demokrasi perwakilan dengan sistem kepartaian yang dominan. Keterlibatan rakyat kuat melalui masyarakat sipil pasca-apartheid.
Prinsip Demokrasi & Supremasi Hukum:
Demokrasi Konstitusional. Sangat menjunjung Supremasi Konstitusi. Pengadilan Konstitusi (Constitutional Court) memiliki peran sentral dan sangat kuat dalam menjaga hak asasi manusia dan membatasi kekuasaan negara.
IV. PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN
Aspek Komperatif | Indonesia | Afrika Selatan |
Bentuk Negara & Sistem Pemerintahan | Kesatuan, Presidensial | Kesatuan, Parlementer |
Kepala Negara & Pemerintahan | Dipilih oleh Rakyat | Dipilih oleh Parlemen |
Akuntabilitas Eksekutif | Kepada Konstitusi/ Rakyat | Kepada Parlemen |
Mekanisme Pemilihan Presiden | Langsung oleh Rakyat | Tidak langsung |
Sistem Pemilihan Legislatif | Fokus Individu | Fokus Partai |
Peran Yudikatif | MK sebagai penjaga Konstitusi | Pengadilan Konstitusi Sangat Kuat dalam HAM dan Judicial Review |
V. ANALISIS KRITIS DAN REFLEKSI KELOMPOK
A. Analisis Kritis
1. Legitimasi dan Akuntabilitas Eksekutif:
Indonesia: Legitimasi Presiden sangat tinggi karena dipilih langsung oleh rakyat. Namun, akuntabilitas (accountability)kepada Parlemen cenderung lemah, dan pemberhentian Presiden sulit (prosedur impeachment yang rumit).
Afrika Selatan: Presiden dipilih oleh Parlemen, yang berarti ia memiliki dukungan mayoritas. Ini membuat pemerintahan stabil jika partainya dominan. Namun, hal ini membuat akuntabilitas Presiden lebih terfokus pada partai dan Parlemen ketimbang rakyat secara langsung.
2. Sistem Pemilu dan Keterwakilan:
Indonesia: menggunakan proporsional terbuka, yang meningkatkan akuntabilitas individu anggota legislatif kepada pemilih.
Afrika Selatan: menggunakan proporsional daftar tertutup, yang cenderung memperkuat kekuatan partai politik (ANC sebagai partai dominan). Hal ini memastikan keterwakilan minoritas, tetapi memutus ikatan langsung antara pemilih dan individu wakil.
3. Supremasi Hukum:
Baik Indonesia maupun Afrika Selatan sama-sama menempatkan konstitusi sebagai hukum tertinggi. Namun, Afrika Selatan terkenal dengan kekuatan Constitutional Court-nya yang berani dan sering mengeluarkan putusan yang menantang pemerintah, terutama terkait isu ras dan hak asasi manusia, menunjukkan penerapan supremasi hukum yang sangat tegas.
B. Refleksi Kelompok
Polarisasi vs. Dominasi: Sistem Presidensial Indonesia rentan terhadap polarisasi politik yang tajam (cebong vs. kampret), sedangkan sistem Parlementer-Hibrida Afrika Selatan rentan terhadap dominasi satu partai yang berkelanjutan (ANC). Mana yang lebih sehat bagi demokrasi?
Peran Mahasiswa: Dalam konteks Indonesia, mahasiswa berperan dalam menjaga checks and balances dari luar parlemen. Di Afrika Selatan, peran mahasiswa seringkali terfokus pada isu-isu kesetaraan dan warisan apartheid, menunjukkan adaptasi peran sipil terhadap tantangan sejarah negara.
VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Indonesia dan Afrika Selatan sama-sama merupakan negara demokrasi yang menjunjung konstitusi, namun mengadopsi struktur pemerintahan yang berbeda. Indonesia memilih Presidensial murni dengan pemilihan langsung, memberikan legitimasi kuat kepada Presiden tetapi berisiko polarisasi. Afrika Selatan memilih model Hibrida Parlementer-Presidensial, memberikan stabilitas melalui dominasi partai di Parlemen, tetapi dapat mengurangi akuntabilitas individu eksekutif kepada rakyat. Kekuatan yudikatif (terutama di Afrika Selatan) terbukti menjadi kunci utama dalam menjaga prinsip supremasi hukum di kedua negara.
Rekomendasi
Peningkatan Akuntabilitas Eksekutif (Indonesia): Perlu adanya mekanisme yang lebih efektif agar Presiden dan Menteri lebih responsif dan akuntabel terhadap pengawasan DPR tanpa mengurangi stabilitas pemerintahan.
Reformasi Pemilu (Afrika Selatan): Afrika Selatan dapat mempertimbangkan modifikasi sistem pemilu proporsional untuk menciptakan ikatan yang lebih kuat antara anggota Parlemen dan konstituen lokal, sehingga meningkatkan responsivitas wakil rakyat.
Penguatan Pendidikan Konstitusi: Kedua negara harus terus berinvestasi dalam pendidikan kewarganegaraan untuk memastikan rakyat memahami mekanisme supremasi hukum dan pentingnya lembaga seperti Mahkamah Konstitusi, mengingat sejarah transisi politik masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Zuhdi, Achmad, & Kamula, Ari Ade. (2024). Legitimasi Hukum Asing Sebagai Pertimbangan Putusan oleh Mahkamah Konstitusi: Perbandingan Antara Indonesia dan Afrika Selatan. Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang, 7(2), 271–296. https://doi.org/10.33474/yur.v7i2.21634

Tidak ada komentar:
Posting Komentar